Selasa, 29 Januari 2008

IBU, KEMBALI LAH, JANGAN TIGGALKAN ANAKMU

Sungguh sangat terhormat menjadi seorang Ibu, sampai-sampai menjadi seorang Ibu diperingati dalam satu hari tertentu, ya .. 22 Desember , pada hari inilah mungkin sebagian Ibu mendapat apresiasi baik berupa kado, ucapan selamat dan lain sebagainya baik dari anak, suami, keponakan atau orang lain sekalipun.

Apakah semua Ibu berhak mendapatkan apresiasi yang demikian ? di tengah semakin maraknya pemberitaan tentang anak yang tidak berdosa dibuang, dijual bahkan dibunuh sebelum mereka sempat melihat dunia. Pelakunya kebanyakan adalah sang Ibu, latar belakangnya bisa karena malu, kesulitan ekonomi, bahkan hanya karena tidak ingin mengganggu karirnya.

Apakah semua Ibu berhak mendapatkan apresiasi yang demikian? Ketika si Ibu lebih mengutamakan karirnya ketimbang mengikuti pertumbuhan anak-anaknya, si anak hanya bertemu pas hari libur. Setiap hari anak-anak hanya mendapatkan kasih sayang dari si Mbok, gurunya di sekolah atau teman-temannya.

Namun, kalo kita mengingat masa lalu, siapa dibalik seorang Imam Syafi’i, yang menjadi guru pertama kali beliau, tidak lain adalah Ibundanya. Yang telah mendidiknya hingga menjadi seorang Imam besar yang sampai sekarang buku-buku hasil karya beliau terus menjadi rujukan umat Islam.

Sudah saatnya Ibu-ibu jaman sekarang menjadi Ibu yang akan mencetak Imam Syafi’i- Imam Syafi’i berikutnya, hal tersebut tidak akan terwujud bila sang Ibu lebih mementingkan karirnya, ketimbang harus mengasuh anak-anaknya.

Kungkungan Kapitalisme membuat Ibu sekuat tenaga mengejar harta yang sebanyak-banyaknya sehingga melupakan sang Ibu bahwa yang dibutuhkan anak bukan hanya harta tapi kasih sayang dan pendidikan agama.Liberalisme sebagai wujudnya dengan kebebasan yang tanpa batas menjadikan emansipasi wanita kebablasan bahkan berusaha untuk menjadi pesaing laki-laki, anak-anak yang dibuang semakin banyak karena sang Ibu bebas mau mengandung atau tidak,. Sementara Sekularisme semakin menjauhkan Ibu dari pemecahan masalah diri dan keluarganya berdasarkan Islam dan Demokrasi menjadi sarana untuk melegalkan kapitalisme, iberalisme dan sekularisme tersebut.

Bila hal di atas terus terjadi, bukan tidak mungkin generasi selanjutnya adalah generasi yang buruk, dan bahkan terjadi lost generation. Sudah saat nya kita kembalikan peran Ibu sesungguhnya yaitu pencetak generasi unggul yang semua itu bisa diwujudkan dengan memaksimalkan peran sebagai Ibu. Profesi sebagai Ibu Rumah Tangga bukanlah profesi yang hina, justeru itu profesi yang mulia. Bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat kelak.Wallahu’alam bishowaf.